Minggu, 23 September 2012

"Peletik Hati"

“Acap kali dia melakukan adegan seperti itu, setelah rahasia agamawinya terbongkar, masih berani dia menginjakkan kaki di sini ?? “ tutur bos berbadan besar itu.
            “ Kata orang-orang terdekatnya itu, dia memang hanyalah seorang pelancong yang sedang lara karena ditinggal istrinya 2 bulan silam” jawab salah satu karyawan yang
Memakai kemeja coklat dipadupadankan dengan dasi abu-abu. Sangat tidak match.
            “ Astaga, dosa kecil telah kuperbuat lagi, tidak seharusnya aku menilai orang seperti itu. “ sesalku.
            Melewati gedung itu rasanya kini di fikiranku hanya terlintas keraguan. Akankah proposal dilengkapi map berwarna Pink ini diterima ? Smoga saja. Semangatku dalam hati. Fikiranku melayang, terbang menyusuri kota tua ini dan mendarat di sebuah rumah makan yang lumayan mewah. Mungkin di situlah tempat yang akan menjadi sumber penghasilanku.Sambil berlari-lari kecil, seorang gadis yang berpenampilan laram melintas dengan pinggungnya yang berlenggak-lenggok, pakaiannya resmi dan sangat formal. Ah,, aku sangat bosan melihat orang berperawakan dan laram seperti itu, bahkan ada yang melebihinya sewaktu aku masih menetap di Sidney, Australia. Tapi, itu 4 tahun silam ketika ayahku masih tugas di sana.
            Perlahan kakiku melangkah di pinggiran jalan yang dipenuhi bunga-bunga jalanan yang tak terlihat indah, tapi polusi dan asap kendaraan bermotor yang telah mencemarinya hingga bunga itu nampak lecuh tak layak untuk dipandang.
            “SELAMAT DATANG !!” Ucap salah satu receiver dari Restaurant tersebut.
Aku langsung memasuki ruangan yang bercat hijau muda, tanpa mengetuk pintu ku lancangkan diriku untu masuk sendiri. Dan di dalam jiwaku benar-benar lecit karena aku harus bertatap muka dengan orang yang kusebut-sebut  si laram, karena dia benar-benar banyak gaya. Yah.. kini kutau dia adalah pewaris dari restoran LEZATY yang kabarnya dirintis dari tahun 1989. Sudah lumayan lama rupanya, tak heran jika banyak prngunjung yang berbondong-bondong ke restaurant itu.
            ”RAYNHA ADYNDA BILQIS ?
            Apa anda yakin ingin menjadi koki di sini ?
            Rasanya proposal anda belum memberikan rasa ketertarikan kepada saya untuk menerima anda,, dan andai saya menerima anda, apakah anda bersedia untuk melepaskan Jilbab dari kepala anda itu ? “ Tanya ANGELINA DWI BRAHMA
            Kegalauan hati menyelimutiku ini, jika ku tolak pekerjaan ini, lantas Mama di rumah akan memberikanku celotehan yang dampaknya sangat berbahaya bagi telingaku yang baru dioperasi 5 bulan lalu. Tapi jika ya, apakah jilbab yang telah kukenakan bertahun-tahun ini harus kutinggalkan dan memamerkan rambut khas belanda yang kumiliki ?
            “ Maaf  Bu ANGEL, rasanya saya harus mempertimbangkannya terlebih dahulu, berikan saya waktu sejenak untuk berfikir.”
            “ Baik “
            Dan setelah kupertimbangkan rasanya ini bukan tempat yang tepat untukku, hasrat beberapa jam yang lalu sirna. Mungkin masih banyak tempat yang cocok untukku. Ku kan tetap berpedoman pada agamaku, ISLAM .
            BILQIZZ ?!!??
            Ku palingkan wajah ke pojok kanan dan kukedipkan mata ke arah matahari terbit, rupanya ada yang sedang melototiku, berjarak sekitar 4 meter tapi masih dapat kupandang dengan jelas.
            Wanita itu mengenakan pakaian muslimah berwarna biru dan dilengkapi dengan Pin berlafaskan MOSLEM FOREVER , cantik dan rasanya wanita ini tak asing lagi bagiku. Dia lari medekatiku dan semakin dekat semakin nampak pula wajahnya itu, Yah.. benar dia adalah ANISA . Teman seperjuanganku sewaktu aku Smp dulu.
            “ Assalamu Alaikum ukhti “
            “ Waalaikum salam ukhti “ jawabku.
            Spontan dia memelukku sebagai pelepas rindu katanya. Aku benar-benar merasakan kerinduan seorang sahabat yang tlah lama tak berjumpa. Kami pun pernah bertemu di Facebook tapi belum bisa mengobati rindu kami. Akhirnya rindukupun terobati. Kami pun melanjutkan pembicaraan di Restaurant di mana tadi aku melamar pekerjaan , karena hanya itu café terdekat dari tempat pertemuan kami.
            Percakapan berlanjut  hanya 2 jam lebih karena Orang rumah menelfon dan memberitau agar aku segera pulang. Perasaanku sudah tidak galib lagi kerana suara yang kudengarkan di telfon irama suara mamaku tak seperti biasa. Dan sesampai di rumah ku lihat bendera putih melambai-lambai di depan rumah, dan setelah melihatnya pandanganku sudah gelap.
            Kucium aroma jahe yang melekat di dekat hidungku dan keningku. Ku heran apa yang telah terjadi dan sanak saudaraku pun menjelaskan secara rinci dari kepingan ceritaku ini.Bunyi desir dari pekarangan menambah pedihnya aku .Kini ku harus sadar, Ayah yang selama ini memberiku nasehat dan mencarikanku nafkah benar-benar raib dari pandangan, saat terakhirnya pun aku tak sempat memegang tangannya.
            Semenjak kematian ayahku ini, semuanya berubah. Dunia pun rasanya terbalik, Lakar-laskar dalam darahu kini membentengiku untuk benar-benar mencari pekerjaan,kami pun kekurangan biaya jika hanya mengandalkan gaji pensiun ayahku.Tanpa fikir panjang, aku melamar pekerjaan  kembali ke Restaurant itu dan ku ikuti syarat yang diajukan, kini aku benar-benar tersesat dan jilbab itu kini melayang.
            Imanku sekarang benar-benar sudah goyah. Aku masih bisa menyadarinya tapi tak bisa ku aplikasikan sehari-hari. Dan akhirnya aku pun resmi menjadi koki di restaurant itu, mereka menerimaku karena selama di Sidney dulu aku mengikuti less masak dan mendapatkan ijazahnya meskipun  dengan nilai B.
            Aku agak betah bekerja di sana, karena pegawainya yang good smile dan sangat friendly meski jika aku sedang termenung aku sangat menyesalinya.
            Jelak lidahku ini ketika mencicipi masakandari koki lainnya, bagaimana tidak jika setiap hari menu yang di buat serasa masam dan kurang sedap dikecap lidah.
            Ternyata dari belakang salah satu pelayan memantauku dari jarak jauh, tapi aku masih bisa merasakan atmosfir yang tidak enak dari pelayan itu, NANDA.
            Adu dombapun kini menjadi bahan sehari-harinya untuk menjadikan makanan yang sangat istimewa dengan aku serta koki itu sebagai komposisi utamanya. Meski adu mulut yang tak pernah berhenti di dalam ruangan kerja. Matanya benar benar jelalatan dan melihatku dengan pandangan sinis, pandangan yang menyimpan sejuta dendam..
            Aku benar benar menyerah, bahkan orang-orang terdekatku pun tak percaya lagi padaku. Aku harus memundurkan diri, mungkin ini jalan yang terbaik.
            Mataku terpejam sejenak dan menahan air mata yang nyaris menetes, mungkin inilah hasil akhir dari perjuangan kerjaku yang  kurasa tidak dibarengi dengan iman.Rasnya tak ingin pulang dengan keadaan seperti ini, ini akan menambah rasa sakit hati dari mamaku, Dia benar-benar tak pernah menyukaiku. Motif kerja yang kulakukan pun berlandaskan pada tindakn Mama yang hanya menyukai Putrinya jika dalam keadaan senang. Tapi aku tak pernah menyimpan dendam padanya, karena jika kempatian pun menjemputnya kelak, aku juga lebih tersakiti karena belum pernah melihatnya meneteskan air mata bahagia karena perbuatanku.
             Hiruk pikuk kendaraan di sekitarku ketika berjalan pulang ke rumah mengingatkanku kembali semasa hidup bersama ayah di Sidney, di mana dia harus berjalan kaki setiap pergi mengajar di salah satu SMP, dia mengajarkan Bahasa Indonesia, tapi bakatnya dalam sastra tak menurun padaku, aku mewarisi bakat mamaku yang konon pandai memasak meski dia tak pernah menceritakannya.
            Lamunanku berhenti kala ku pandangi pengamen cilik berjilbab yang sedang merayu dengan dawainya agar dilemparkan koin-koin yang  cukup rendah nilainya.
            Aku benar-benar mutung dengan keputusanku dahulu yang melepaskan jilbab hanya demi pekerjaan yang memberikan tenggan di dalam hatiku. Tiada yang bisa mendengar peletik hatiku sekarang. Kusandarkan diriku pada pohon yang berkambium dan rasanya sudah rapuh. Ku ingat semua tindakan yang tidak etis dalam hidupku, Suaraku kini embar alunan-alunan merdu yang memanggil burung merpati mendekat, Fantasi kini tiada lagi, kupalingkan wajah untuk melihat lalu lalang kendaraan. Di sana terlihat hanyalah wanita-wanita berjilbab yang kurasa itu masih Fantasi.Aku sangat ingin meraih jilbab itu dan berkumpul bersama mereka di dalam lindungan-Nya, tapi mobil Mercy berwarna hitam menjadikan ceritaku sebuah insiden yang gering.Baru ku sadar ketika banyak perawat yang menatapku sedih, ku lihat beberapa kerabatku datang menjenguk di Rumah Sakit dan membawakan jilbab, semenjak saat itu kini Jilbab telah menjadi mahkotaku. Ku yakin inilah aku yang dirindukan oleh Jiwa yang merindukan ketentraman dunia dan akhirat.







SELESAI
by: mufidatunnisa faturrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar sobat:D